Sabtu, 29 Oktober 2016

Abses Payudara


Abses payudara merupakan kumpulan nanah yang terbentuk di payudara. Kebanyakan abses berkembang hanya di bawah kulit dan disebabkan oleh infeksi bakteri. Abses payudara sering dikaitkan dengan mastitis. Mastitis sendiri merupakan kondisi yang menyebabkan nyeri pada payudara yang disebabkan karena pembengkakan (Bendungan ASI karena pengosongan payudara yang tidak sempurna).
Infeksi dapat terjadi selama menyusui jika bakteri masuk kedalam jaringan payudara Bunda, atau jika saluran ASI tersumbat. Hal ini dapat menyebabkan mastitis yang jika tidak diobati, dapat mengakibatkan terbentuknya abses.

Penyebab
Kebanyakan abses payudara terjadi sebagai komplikasi dari mastitis, yang merupakan infeksi bakteri yang menyebabkan payudara menjadi merah dan meradang. Mastitis biasanya terjadi pada wanita menyusui, tetapi juga dapat kadang-kadang terjadi pada wanita yang tidak menyusui. Wanita yang merokok memiliki peningkatan risiko mengembangkan mastitis non-menyusui - atau dikenal sebagai mastitis periductal.

Kebanyakan abses disebabkan oleh infeksi bakteri. Bakteri yang paling umum menyebabkan mastitis adalah Staphylococcus aureus. Bakteri biasanya masuk ke payudara melalui puting yang lecet atau terluka. Infeksi juga dapat disebabkan oleh pertumbuhan berlebih dari bakteri yang biasanya ada dalam saluran ASI. Pertumbuhan berlebih bakteri ini dapat terjadi jika ASI mengumpulkan secara stagnan dalam saluran ASI yang tersumbat.

Ketika bakteri masuk ke dalam tubuh Bunda, sistem kekebalan tubuh Bunda (pertahanan alami tubuh) mencoba untuk melawan mereka dengan mengirimkan sel darah putih ke daerah yang terkena. Sel-sel darah putih menyerang bakteri, yang menyebabkan beberapa jaringan di lokasi infeksi mati, kemudian menciptakan celah berongga kecil.

Celah mulai terisi dengan nanah kemudian membentuk abses. Nanah mengandung campuran jaringan yang mati, sel darah putih dan bakteri. Saat infeksi berlangsung, abses dapat menjadi lebih luas dan lebih menyakitkan karena lebih banyak nanah yang dihasilkan.

Gejala
Adapun gejala dari Abses Payudara adalah:
1.    Payudara akan mengalami pembengkakan
2.    Terasa panas
3.    Kulit disekitar payudara akan tampak merah dan mengkilat
4.    Suhu tubuh akan meningkat (Demam)

Penanganan
Apabila abses telah terbentuk, nanah harus dikeluarkan. Jika jumlah nanah masih sedikit, mengeluarkan nanah dapat dengan cara aspirasi yang dilakukan dengan anestesi lokal serta dipandu oleh hasil USG payudara. Cara ini dapat dilakukan tanpa harus menginap di Rumah Sakit (Rawat Jalan). Namun jika ditemukan nanah dalam jumlah banyak, pengeluaran nanah harus dilakukan dengan cara insisi dan drainase, yang dilakukan dengan anestesi umum.

Pengobatan sistemik dengan antibiotik yang tepat untuk sensitivitas organisme biasanya diperlukan setelah pengeluaran nanah. Namun, terapi antibiotik saja tanpa pengeluaran nanah, tidak dapat menyelesaikan masalah. Dinding abses menciptakan penghalang yang melindungi bakteri patogen dari pertahanan tubuh, dan ini membuat antibiotik tidak dapat secara efektif mencapai jaringan yang terinfeksi.

Setelah abses payudara tertangani, Bunda tetap dapat melajutkan proses menyusui. ASI dari payudara yang telah mengalami abses, tidak membahayakan bayi, sehingga proses menyusui tetap dapat dilanjutkan kembali. Untuk memastikan proses menyusui dapat berjalan kembali, perlu dilakukan langkah-langkah berikut:
  1. Bayi harus selalu bersama dengan Bunda, baik sebelum maupun sesudah operasi.
  2. Bayi dapat terus menyusu di payudara yang tidak mengalami abses
  3. Sebagai bagian dari persiapan sebelum operasi, Bunda dapat memompa ASI dari payudara yang tidak mengalami abses, dan ASI dapat diberikan kepada bayi dengan menggunakan media seperti cupfeeder, softcup, spuit atau sendok ASI selama Bunda menjalani proses operasi.
  4. Setelah Bunda siuman, (jika operasi dengan anestesi umum), atau segera setelah proses aspirasi selesai (jika anestesi lokal digunakan), Bunda bisa menyusui lagi di payudara yang tidak mengalami abses.
  5. Begitu rasa sakit dari luka insisi berkurang (biasanya dalam beberapa jam pasca tindakan), Bunda dapat melanjutkan menyusui dari payudara yang mengalami abses, kecuali pembedahan dilakukan di dekat puting. Bunda perlu mengkonsumsi analgesik yang diperlukan untuk membantu mengontrol rasa sakit pasca pembedahan.
  6. Bunda mungkin membutuhkan bantuan dari konselor laktasi untuk memposisikan bayi saat menyusu pada payudara yang telah sembuh dari abses dan mungkin membutuhkan upaya agar bayi dapat menyusui dengan baik serta memastikan bayi melekat pada payudara dengan benar.
  7. Jika payudara yang terlah mengalami abses masih memproduksi ASI, penting bagi bayi untuk menyusu dan mengosongkan ASI untuk mencegah stasis ASI lanjutan dan terjadinya infeksi/ abses kembali.
  8. Jika di awal pasca pembedahan bayi tidak mau menyusu pada payudara yang telah mengalami abses, mungkin perlu untuk memompa ASI sampai bayi mau menyusu secara langsung lagi.
  9. Jika produksi susu di payudara yang telah mengalami abses terjadi penurunan, sering menyusui adalah cara yang paling efektif untuk merangsang peningkatan produksi ASI.
  10. Sementara, bayi dapat terus menyusu di payudara yang tidak mengalami abses. Biasanya bayi bisa mendapatkan ASI yang cukup dengan menyusu dari satu payudara saja sampai produksi ASI dari payudara yang terkena abses pulih kembali.


Mempertahankan menyusui ketika Bunda mengalami abses payudara adalah penting baik untuk pemulihan Bunda sendiri, dan untuk kesehatan bayi. Berhenti menyusui selama serangan abses  tidak membantu Bunda untuk pulih; Sebaliknya, ada risiko bahwa dengan menghentikan menyusui dapat membuat kondisi menjadi lebih buruk. Selain itu, jika seorang wanita
berhenti menyusui sebelum ia secara emosional siap, ia mungkin menderita tekanan emosional.

Risiko infeksi pada bayi
Banyak petugas kesehatan yang khawatir tentang kemungkinan risiko infeksi pada bayi, terutama jika ASI tampaknya berisi nanah. Mereka merekomendasikan untuk memompa ASI dan membuang ASI tersebut. Namun sejumlah studi telah menunjukkan bahwa terus menyusui umumnya aman. Hanya seorang ibu yang menderita HIV-positif yang perlu untuk menghentikan menyusui sementara waktu dari payudara yang terkena abses sampai payudara tersebut pulih.

Sumber:
1.    Mastitis Causes and Management (www.WHO.int)
2.    Breast Abscess (www.nhs.uk)
Sucessful Breastfeeding. A guide For Breastfeeding Mothers (Oxford University Hospital)

Ibu Menyusui Dengan Infeksi Virus?


Sangat sedikit penyakit yang dialami oleh seorang Ibu Menyusui yang mengharuskannya untuk berhenti menyusui. Hal ini juga berlaku untuk penyakit infeksi yang diderita oleh Ibu Menyusui. Infeksi merupakan jenis penyakit yang diderita oleh Ibu menyusui dan umumnya Ibu akan diminta untuk berhenti menyusui. Oleh karena itu, secara umum, tidak ada kontraindikasi formal untuk menyusui dalam kebanyakan kasus penyakit yang disebabkan oleh virus, kecuali untuk penyakit yang disebabkan oleh retrovirus.

Varicella (Cacar Air)
Seorang Ibu yang menderita Varicella (Cacar Air), sejak lima hari sampai dua hari setelah melahirkan, dapat beresiko menularkan kepada bayinya dikarenakan kadar virus dalam darah yang sedang tinggi. Pada kasus ini, Ibu harus di isolasi sementara waktu selama fase lesi menular hingga fase kerak. Pemberian VZIG (varicella-zoster immunoglobulin) pada dosis 125 unit intramuskular atau tunggal Intramuskular 2-ml dosis immunoglobulin standar harus diberikan kepada bayi sesegera mungkin, meskipun dosis obat masih diperdebatkan.
Bayi harus di observasi hingga usia 21 hari. Masih belum ada penelitian yang menyatakan bahwa virus dapat masuk kedalam kandungan ASI dan dapat menginfeksi bayi. Untuk itu, tidak ada indikasi untuk menghentikan proses menyusui. Namun, jika bayi menunjukkan gejala sebuah penyakit pada fase ini, terapi asiklovir harus diberikan.
Ibu yang menderita Varicella sejak lima hari sebelum melahirkan atau tiga hari setelah melahirkan telah membentuk antibodi melalui plasenta dan ASI untuk melindungi bayi dari infeksi virus. Di dalam kasus ini, bayi bisa saja mengembangkan infeksi dalam bentuk ringan, dengan tanpa harus melalui isolasi atau profilaksis (pencegahan). Ibu tetap dapat memberikan ASI kepada bayinya asalkan dengan prosedur yang benar yaitu rutin melakukan cuci tangan, menggunakan masker dan menutup lesi dengan benar. Pemberian ASI Perah dengan media lain seperti cupfeeder, softcup atau sendok juga dapat digunakan.

Rubella
Rubella atau campak Jerman, penyakit ini disebabkan oleh virus rubella dan dapat menyebar dengan sangat mudah. Penularan utamanya dapat melalui titik-titik air di udara yang berasal dari batuk atau bersin penderita. Berbagi makanan atau minuman dengan penderita juga dapat menularkan rubella. Sama halnya jika Bunda menyentuh mata, hidung, atau mulut Bunda setelah memegang benda yang terkontaminasi virus rubella. Walau sama-sama menyebabkan ruam kemerahan pada kulit, rubella berbeda dengan campak. Penyakit ini biasanya lebih ringan dibandingkan dengan campak.
Tidak ada data yang menunjukkan kontraindikasi menyusui pada ibu menyusui yang terinfeksi rubella, sehingga menyusui tetap dapat dilakukan. Dalam kasus vaksinasi terhadap rubella, menyusui juga dapat dilanjutkan.

Campak
Penyakit Campak (Rubeola, Campak 9 hari, measles) adalah suatu infeksi virus yang sangat menular, yang ditandai dengan demam, batuk, konjungtivitis (peradangan selaput ikat mata/konjungtiva) dan ruam kulit. Penyakit ini disebabkan karena infeksi virus campak golongan Paramixovirus. Penularan infeksi terjadi karena menghirup percikan ludah penderita campak. Penderita bisa menularkan infeksi ini dalam waktu 2-4 hari sebelum timbulnya ruam kulit dan 4 hari setelah ruam kulit ada
Virus campak belum diisolasi dalam ASI. Namun antibodi spesifik ditemukan dalam ASI wanita yang telah diimunisasi. Jika campak diderita oleh ibu menyusui, bayi harus menerima immunoglobulin, dan ibu harus diisolasi sampai 72 jam setelah eksantema tersebut muncul. Namun, diungkapkan ASI dapat diberikan kepada bayi karena sekretori IgA (Imunoglobulin A) mulai dilepaskan setelah 48 jam dari eksantema yang muncul pada ibu. Jadi, ASI tetap dapat diberikan oleh Ibu yang sedang menderita campak.

Gondok
Kelenjar tiroid ini memiliki fungsi penting, yaitu untuk memproduksi hormon tiroid yang berperan dalam berbagai proses-proses kimiawi yang terjadi dalam tubuh. Pada kondisi normal, kinerja kelenjar tiroid cenderung tidak kita sadari sama seperti organ-organ dalam yang lain. Tetapi jika terjadi pembengkakan, kelenjar tiroid akan membentuk benjolan pada leher. Inilah yang disebut gondok.
Infeksi ini jarang terjadi pada bayi baru lahir dibawah usia satu tahun karena adanya transfer antibodi secara pasif melalui plasenta. Jika seorang ibu menyusui terinfeksi gondok, Ibu harus tetap melanjutkan menyusui karena paparan virus terjadi tujuh hari sebelum gondok berkembang menjadi parotiditis dan IgAs dalam ASI dapat membantu mengurangi gejala pada bayi.


Sumber:
1.    Jornal de Peditria (Rio J). 2004;80(5 Suppl):S181-S188: Human milk and infection, mother’s infectious illnesses, maternal breast-feeding and infection.

2.    Wikipedia